Seluruhnya ada empat.
1. Cinta Tak Pernah Tepat Waktu, Puthut EA, penerbit Orakel
Sebuah novel bertema pencarian cinta. Setiap bagiannya menggemaskan dan bikin keki. Hampir jadi, jadinya tidak. Perempuannya mau, si aku ragu. Selalu begitu. Ada yang jadi, eh ternyata mimpi. Si aku mau, ternyata perempuannya sudah punya suami. Puncak kegilaan ada di bagian akhir.
Novel ini mirip kumpulan cerpen, sebab setiap bagian dengan sedikit modifikasi dapat menjadi satu cerpen utuh.
Puthut EA memang, konon, lebih cocok menjadi cerpenis.
Sayangnya, di novel ini, si aku digambarkan selalu dimaui oleh setiap perempuan. Tidak ada kasus sebaliknya. Jadinya mirip novel-novel Habiburrahman: cocok yang digilai semua cewek. Cuma novel ini sekular banget.
2. Easy Green Living, Valerina Daniel, penerbit Hikmah
Buku ini berisi langkah-langkah praktis menyelamatkan bumi dari kisah-kisah inspiratif Valerina sang duta lingkungan. Valerina memaparkan hal-hal yang dapat kita lakukan untuk mencegah pemanasan global di setiap ruang hidup kita, di rumah, sekolah, kantor, saat belanja, rekreasi, pesta, dsb. Di dalamnya termuat juga beberapa kiat praktis misalnya bagaimana membuat kompos, bagaimana memanfaatkan barang bekas, dsb. Ada juga kisah-kisah inspiratif dari orang-orang yang selama ini telah bekerja menciptakan lingkungan yang lebih baik bagi manusia.
Buku yang sederhana namun bagus. Mengajak kita lebih mencintai satu-satunya tempat hidup kita: bumi.
3. Malaikat dan Iblis, Dan Brown
Aku telah membaca novel thriller ini sebelumnya, punya Zezen, sekitar tahun 2006. Tapi kali ini aku membacanya sambil memeriksa sejumlah informasi yang ada di dalamnya, seperti patung-patung karya Bernini, gereja-gereja di Roma, illuminati, dsb. Ternyata semuanya akurat.
Ini adalah sejenis novel yang selain seru dan menegangkan, juga menambah banyak pengetahuan.
4. Benteng Digital, Dan Brown
Membaca Malaikat dan Iblis membuatku ingin membaca karya Dan Brown yang lainnya. Benteng Digital cukup seru juga, dan seperti biasa, meski problemnya rumit, jawaban teka-teki selalu sederhana. Seperti itulah Benteng Digital: masalah rumit dengan jawaban sederhana. Keren. Berikutnya aku akan baca karya Dan Brown yang keempat, Titik Muslihat.