Ibuku seorang wanita kelahiran 1962 (umur 53 tahun), lulusan MTs, bekerja sebagai wiraswasta dengan membuka warung kelontong dan sayuran. Namanya Bai Afifah. Dia telah membuka warung di rumah sejak tahun 90-an dan menjadikannya sumber penghasilan utama setelah ayahku meninggal dunia tahun 1997. Mulai tahun 2005 atau 2007, aku lupa persisnya, warung ibuku menyediakan juga sayuran.
Sejak menjual sayuran, ibuku jadi lebih sibuk dari biasanya. Setiap pagi selepas salat subuh, dia pergi ke pasar Pandeglang yang berjarak kurang lebih 3 km dari rumah untuk belanja. Pulang sekitar pukul 7, langsung melayani para tetangga yang telah berkerumun di depan warung, dan baru bisa sekadar tarik nafas pada pukul 10 atau 11 siang.
Dengan berjualan sayuran, perputaran uang menjadi jauh lebih cepat daripada warung tanpa sayuran, dan keuntungan pun lebih besar. Tapi kerja pun jadi lebih keras dengan waktu istirahat yang lebih sedikit. Aku dapat merasakan, setiap kali pulang kampung beberapa bulan sekali, badannya seakan menyusut dan wajahnya tampak menua, lebih cepat dari semestinya.
Aku sadar tak mungkin ibuku berjualan sayur terus seumur hidupnya. Suaminya (ayah tiriku) sudah lebih dari 70 tahun umurnya dan kesehatannya telah uzur. Adikku nomor 2 sudah menikah dan pindah rumah. Adikku nomor 3 juga cepat atau lambat menyusul. Tak akan ada laki-laki yang bisa mengantarkannya pergi ke pasar dan membantunya mengangkat barang-barang berat.
Jadi, tak ada cara selain bahwa aku harus berhasil secara ekonomi supaya mampu menggantikan penghasilan yang diperoleh ibuku dari warungnya, khususnya dari jualan sayur. Untuk warung kelontongnya yang menjual aneka kebutuhan sehari-hari, kupikir boleh tetap dilanjutkan karena kerjanya lebih santai (belanja ke pasar cukup tiga hari sekali) dan seorang pensiunan pun butuh beraktivitas supaya kesehatannya tetap terjaga.
Alhamdulillah, berkat rahmat Allah Yang Mahakuasa, pada akhir tahun 2011 aku menemukan sebuah bisnis yang sangat menjanjikan, yaitu sebagai agen asuransi di Allianz Star Network. Sejak mengetahui potensi bisnis ini, aku langsung memutuskan untuk fokus dan menggelutinya sebagai profesi utama. Aku pun membuat blog myallisya.com untuk memasarkan produk dan merekrut agen.
Di awal bergabung, aku berpikir bisa memperoleh penghasilan 7,5 juta per bulan setelah satu tahun dan menyerahkan 2,5 juta utk ibu supaya dia bisa pensiun jualan sayur. Ternyata aku hanya menghasilkan 5 juta per bulan di akhir Desember 2012 dan hanya bisa menyumbang sepersepuluhnya untuk ibuku.
Maka kutunda targetku hingga akhir tahun kedua. Selain itu, saat itu istriku masih bekerja sebagai guru sekolah dasar dan aku berharap bisa mempensiunkannya pertengahan 2013 saat pergantian tahun ajaran supaya dia bisa fokus dengan si kecil. Alhamdulillah, hal itu terlaksana sesuai rencana, ketika penghasilanku dari agen asuransi mencapai 8 jutaan per bulan.
Di akhir tahun 2013, penghasilanku mencapai 14 jutaan per bulan, tapi ternyata aku belum mampu menyumbang 2,5 juta untuk ibuku. Aku heran, penghasilan bertambah tapi kebutuhan pun meningkat dan ibuku belum juga pensiun.
Di akhir tahun 2014, aku bisa menyumbang 2,5 juta untuk ibu saat penghasilanku di atas 20 jutaan, tapi ternyata itu belum cukup membuatnya berhenti jualan sayur. Aku bicara dengan adikku (nomor 2), berapa kira-kira kebutuhan keluarga ibu dan keluarga setiap bulannya. Dia menyebut angka 5 juta sebulan, sudah termasuk untuk bayar utang. Baiklah.
Kabar baiknya, di kuartal pertama tahun 2015, omset penjualanku dan tim mencatatkan hasil yang sangat baik sehingga penghasilanku pun naik cukup signifikan. Dengan demikian, aku bisa membantu sekitar separuh biaya pernikahan adikku (nomor 3). Dan setelah resepsi pernikahan adikku tanggal 11 April 2015, aku berkata kepada ibu bahwa mulai bulan ini aku akan mengiriminya uang 2,5 juta setiap dua minggu atau 5 juta per bulan.
Alhamdulillah, kini ibuku tidak perlu terburu-buru harus pergi ke pasar setiap habis salat subuh. Dia bisa membaca Quran lebih lama dan salat duha tanpa ditunggui pembeli, dan tentunya bisa mendoakan kesuksesan anak-anaknya lebih sering lagi. Warung kelontong memang masih buka, tapi kapan pun boleh ditutup jika misalnya ibuku mendapat undangan pengajian atau kondangan dari kampung sebelah.
Untuk keluargaku sendiri, alhamdulillah, aku telah mencicil rumah sejak Juli 2014 dan kini sedang mengumpulkan uang untuk membeli mobil. Semoga tahun ini bisa tercapai. Berkat doa ibuku, aku yakin. Amin. []
Sukaa… Inspiratif…
Semangat kang asep…
Still rememmber me?
Alhamdulillah, terima kasih Dhila. Seingatku hanya satu orang yg kukenal pakai nama Firlina 🙂
Speechless pak…
Semoga bisnis Allianznya bisa terus berkembang.
Semoga saya bisa mengikuti jejak bapak untuk bisa membahagiakan orang2 yg dicintai.. aamiin..
Terima kasih, Bu Yessi, telah bantu saya capai impian. Hasil dari penjualan bu Yessi ada juga mengalir ke ibu saya. Terima kasih. Semoga tercapai juga impiannya.
Terimakasih pak, untuk tulisan2nya disini….
Menguatkan saya….
Terima kasih, Pak Ari.
Berbakti kepada orang tua memberikan keberkahan dalam hidup. Pak Asep telah membuktikannya kepada kita semua ..terima kasih atas sharingnya Pak
@Sama-sama, Pak Eka. Terima kasih kunjungannya. Sukses selalu.
Tulisan berinspirasi terbaik nih.
@Terima kasih telah membaca tulisan ini dan atas apresiasinya.
inspiratif story
@Terima kasih, Pak Ronald.
salut gan dengan kerja keras orangtuanya.. tp jangan terlalu capai agar badannya tetap fresh. semangatnya dalam bekerja memang luar biasa, anak muda seperti saya malah kalah jauh.
@Terima kasih gan atas kunjungan dan komentarnya.
Pingback: Mencoba Menghitung Nikmat-Nikmat Allah di Tahun 2015 | Perjalanan Pikiran